Jumat, 18 Februari 2011

pemerintah yang otoriter

Penangkapan aktivis dan mahasiswa yang berunjuk rasa menentang kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) menunjukkan kalau pemerintahan saat ini semakin bersifat otoriter. Demokrasi selalu diidentikkan dengan kekerasan, padahal dua hal itu harus dipisahkan.
Pandangan itu disampaikan pengamat politik dari Universitas Indonesia (UI) Arbi Sanit kepada SPdi Jakarta, Sabtu (28/6). Menurut dia, penangkapan sejumlah aktivis menunjukkan gejala kembalinya rezim otoriter, persis seperti pada masa Orde Baru (Orba).
Segalanya main tuduh. Demonstrasi itu butuh makanan dan transportasi. Jadi, sah saja jika ada yang membantu. Jangan lantas dicap menunggangi. Coba lihat, jika BIN menerima bantuan dana dari luar negeri, tapi mereka tak mau juga disebut ditunggangi, ujarnya.
Menurut dia, kinerja Badan Intelijen Negara (BIN) saat ini juga mirip dengan masa Orba. BIN selalu menyimpulkan orang yang terkait dengan demonstrasi sebagai penunggang.
Dia juga menilai pemerintahan saat ini semakin tidak stabil. Hal itu terlihat sikap saling tuding di jajaran kabinet, terutama pernyataan Kepala BIN Syamsir Siregar yang menyebut ada menteri sontoloyokarena dianggap ikut menunggangi aksi demo.
Menurut Arbi, kondisi itu terjadi karena Presiden Susilo Bambang Yudhoyono hanya memiliki kontrak dengan para menteri, tapi tidak dengan partai politik tempat para anggota kabinet itu berasal.
Jika kondisi seperti ini terus berlanjut, 2009 nanti adalah tahun kelumpuhan. Terlihat sekali Presiden Yudhoyono tidak memelihara koalisi dengan partai politik yang mendukung pemerintahan. Koalisi yang terjadi mentah. Kepemimpinan pun menjadi buruk, katanya.
Direktur LBH Jakarta Asfinawati menilai tudingan Kepala BIN sarat muatan politik. Menurutnya, patut dipertanyakan apakah institusi seperti BIN dan kepolisian sudah bekerja untuk kepentingan negara (rakyat) atau kelompok tertentu.
Kejadian yang mencolok akhir-akhir ini bisa menjadi indikator untuk mengingat kembali rezim Orba. Salah satu contohnya, dilanggarnya peradilan yang adil di mana hak untuk didampingi pengacara masih belum maksimal. Padahal, itu hak semua warga negara. Ini jelas langkah mundur dari reformasi yang tengah bergulir, katanya.
Akui
Ketua Fraksi Kebangkitan Bangsa (FKB), Effendy Choirie mengakui kalau dia salah satu anggota DPR yang ikut membiayai aksi unjuk rasa mahasiswa. Namun, dia menegaskan pendanaan aksi unjuk rasa seperti itu tidak masalah asal tidak berujung aksi anarki.
Saya mendukung pembiayaan demo dengan syarat sepanjang tidak melakukan tindakan anarki, kata mantan wartawan itu. Menurutnya, tidak salah kalau anggota DPR membantu biaya demonstrasi mahasiswa karena mereka memiliki fungsi yang sama, yakni memperjuangkan aspirasi rakyat.
Ketua Fraksi Partai Golkar (FPG), Priyo Budi Santoso juga berpendapat jika ada anggota DPR membiayai aksi-aksi unjuk rasa untuk menyuarakan tegaknya kebenaran dan keadilan, merupakan tindakan yang sah-sah saja pada alam demokrasi saat ini. Yang salah jika pembiayaan bertujuan untuk aksi-aksi anarki dan mengganggu keamanan negara, katanya.
Ia meminta Kepala BIN tidak berspekulasi tentang nama anggota DPR yang disebut-sebut membiayai aksi unjuk rasa mahasiswa yang menentang kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM). Kepala BIN diminta untuk menyebutkan nama anggota DPR itu dan menegaskan apakah mereka terkait dengan aksi kekerasan.
Wakil Bendahara Fraksi PDI-P, Maruarar Sirait menyatakan sikap Syamsir yang menggembar-gemborkan masalah temuan BIN tersebut justru menunjukkan kelemahan pemerintah dalam bidang intelijen.
Kalau memang benar ada temuan BIN seperti itu, mestinya langsung tunjuk orangnya. Atau, segera periksa pelakunya dan buktikan dia melanggar atau tidak, ujarnya. [ASR/128]

0 komentar:

Posting Komentar

Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Macys Printable Coupons